Pagi itu aku baru pulang setelah closing dan selagi
masih antusias karena ada dua konsumen yang tadi sempat membuatku
tersulut emosi untuk menjelaskan tentang idealisme dan aturan di trotoar
streetbar yang mungkin tidak sesuai dengan ilmu perkuliahan yang
dienyamnya maka ada baiknya aku ceritakan tentang sejarah mocktail Happy
Crazy di Trotoar Street Bar.
Kala
itu di tahun 2013. Beberapa bulan setelah berkunjung ke trotoar street
bar tiba tiba salah seorang trotoholic dengan background fakultas
ekonomi dan bisnis(FEB) mengungkapkan pertanyaan yang selama itu
dipendamnya. Sambil memohon maaf sebelumnya dia memberanikan diri dan
berkata :
"Sorry om, aku boleh bicara terus terang nggak', ujarnya.
"Boleh saja, memang kenapa?"jawabku.
"Enggak, dulu awal-awal waktu ketrotoar aku ngelihat om pedro kupikir gila. Sorry nih om yaa", ujarnya lagi.
"Loh, kok bisa dipikir aku gila memang kenapa?', tanyaku.
"Gini om. om pedro konsepnya bagus, bikin minumannya enak, Biasanya kuliner hari sabtu buka karena rame pengunjung, ini trotoar malah tutup mancing, harganya juga terjangkau. terus aku terapkan pake perhitungan manajemenku nggak ketemu juga, kok bisa ya", ujar trotoholic tadi.
"Sorry om, aku boleh bicara terus terang nggak', ujarnya.
"Boleh saja, memang kenapa?"jawabku.
"Enggak, dulu awal-awal waktu ketrotoar aku ngelihat om pedro kupikir gila. Sorry nih om yaa", ujarnya lagi.
"Loh, kok bisa dipikir aku gila memang kenapa?', tanyaku.
"Gini om. om pedro konsepnya bagus, bikin minumannya enak, Biasanya kuliner hari sabtu buka karena rame pengunjung, ini trotoar malah tutup mancing, harganya juga terjangkau. terus aku terapkan pake perhitungan manajemenku nggak ketemu juga, kok bisa ya", ujar trotoholic tadi.
Sambil
tertawa akhirnya aku ceritakan bahwa tidak hanya dirinya yang
menganggap aku gila, beberapa orang juga ada yang berpikiran sama,
Sedikit sekali yang berani berterus terang, serta ada juga yang tidak
berani menyampaikan tapi terlihat dari mimik dan raut wajah pembeli yang
aku ajak bicara. Bisa jadi karena pembeli yang kuajak bicara tentang
trotoar streetbar mendengar istilah dalam hospitality industri semisal:
turn over, seating capacity, occupancy, prepare, after taste, long
lasting, tanin, dan sebagainya yang (mungkin) mereka anggap aku yang
hanya penjual di pinggir jalan sok sokan pake bahasa inggris segala
padahal memang begitu istilahnya. Kemudian aku berikan jawaban dan
alasan kepada trotoholic FEB tersebut yang kemudian mulai memahaminya.
Aku
senang menjadi orang yang berbeda karena itu merupakan tantangan dan
suatu kepuasan. Disaat orang membuka usaha kemudian di franchaiskan, aku
malah menolak permintaan franchaise. Disaat orang menjual dengan harga
tinggi aku menjual dengan harga terjangkau, disaat owner asik menikmati
kopi dan membakar cigar lalu menyuruh karyawannya membersihkan halaman,
aku asik menikmati rokokku sambil menyapu sendiri dan kemudian membakar
sampahnya. Yeah, i'm crazy but i'm happy. Begitu lah gambaran hidupku
yang tertuang dalam mocktail tersebut.yang kemudian menginspirasiku
untuk membuat mocktail Happy Crazy.
Campuran
minuman yang terbuat dari apel, kopi, yoghurt dan mint berasa"seperti
aspirin", menurut salah satu trotoholic yang kini sudah menjadi dokter.
Dan baru kemaren juga ada trotoholic di bidang matematika dan ilmu
pengetahuan alam yang memberitahuku bahwa aspirin sifatnya sama seperti
kopi dan garam. "Bisa mengobati penyakit meriang dan bersifat
menenangkan", ujarnya. Entah suatu kebetulan atau tidak tapi ketika
minuman tersebut aku rekomendasikan kepada customer yang sedang
mengalami kegelisahan masalah hidup ternyata bisa menenangkannya. cocok
dan menyukainya.
Crazy
menurut kamus trotoar street bar tidak berarti sinting gila namun lebih
bermakna unusual atau tidak biasa seperti orang lain kebanyakan dan
juga bisa bermakna different atau berbeda. Maka dari itulah mocktail
happy crazy menjadi filosofi, ciri khas dan penanda bahwa trotoar street
bar memang beda..
